Jumat, 29 Juni 2007

Mesin Waktu

"The Time Tunnel". Judul film serial TVRI yang saya tonton waktu SD, era 80-an. Kini, tahun 2000-an, khayalan tentang mesin waktu sudah dapat diwujudkan.

Sejak tinggal di Batam, saya sudah sering menikmati layanan penjelajah masa ke masa itu. Di manakah mesin waktu itu?

To be frankly, to be friendly, to be honestly, langsung saja saya sebut SELAT SINGAPURA adalah mesin waktu. Orang Batam hanya perlu naik feri 45 menit untuk sampai ke suatu daratan yang mungkin adalah Batam 20 tahun ke depan. Sebaliknya, orang sono juga hanya perlu 45 menit untuk mundur 20 tahun, "menikmati" carut marut un-civilized society.

Simon & Garfunkel

Pagi cerah. Dedaunan pohon salam di halaman depan mulai berguguran. Saat yang indah untuk menikmati musik. Saya tidak suka dangdut karena secara pribadi saya tidak merasakan inspirasi dari syair-syairnya. Keindahan dan ilham apa yang diperoleh dari "Mabuk lagi... mabuk lagi", "Goyang Dombret....", atau "Termiskin di Dunia".

Mendingan muter lagu duet [Paul] Simon & [Art] Garfunkel. Itu lho, kalau sudah sampai lagu "The Sound of Silence", liriknya pas menyentil perilaku Indonesia kontemporer.

"People Talking Without Speaking"
"People Hearing Without Listening"

Selasa, 26 Juni 2007

Krisis Etika

Saya sering mempersepsikan kejadian sekitar sebagai satu populasi peristiwa dunia. Memang mahal dan lama -untuk tidak mengatakan mustahil- untuk memahami sifat-sifatnya secara tepat. Jadi, saya hanya bersandar pada kenyataan sampel-sampel acak di sekitar kehidupan saya sendiri.

Mempertimbangkan suasana hubungan antar manusia di Indonesia, saya merasakan krisis etika. Sebuah suasana tempat kita sulit menemukan orang-orang santun, mengapresiasi orang lain secara manusiawi.

Izinkan saya secara bebas mengartikan etika dengan sopan santun. Jadi, judul sketsa ini boleh diubahsuai menjadi Krisis Sopan Santun.

Seorang rekan membayar pajak kendaraan bermotor. Oleh petugas dimintai uang. Rekan saya menanyakan berapa sih tarif yang resmi. Si petugas malah mengancam "mau diurus pajaknya atau tidak!".

Waktu menyeberang jalan saya was was. Mobil dan motor bukannya memperlahankan laju, justru terus ngebut. Saya jadi kesal: "selera membunuhmu tinggi sekali".

Suatu ketika saya naik angkutan umum. Para pria mengepulkan asap rokok. Kabin mobil jadi penuh asap rokok. Ibu dan bayi dalam gendongannya jadi diharuskan ikut serta mengisapnya. Lalu sopirnya membuang botol Aqua menjadi sampah di jalanan.

Akhirnya saya berani bertanya: "Kenapa anda tidak mengindahkan etika". Jawabnya: "Kalau yang lain melanggar etika, kenapa kita yang patuh sendiri".

Mengikuti filsafat Nietzsche, "Kebenaran manusia adalah kekeliruan-kekeliruan yang tak terbantahkan", saya khawatir jawaban pembelaan diri itu lama-lama menjadi kebenaran publik. Sehingga saya harus mencari bantahannya.

Alhamdulillah, suatu ketika saya mengikuti dakwah Syeikh Mustafa Mas'ud -saya mengagumi beliau karena ceramah-ceramahnya memuaskan secara intelektual, berhasil memadukan dakwah agama dengan psikologi dan sosiologi- dan berhasil menemukan pencerahan.

Beliau bertutur: "Tuhan menguji kualitas seseorang dengan menghadirkan orang-orang dengan kualitas berlawanan di sekitarnya." Jadi, Tuhan menguji orang kaya dengan menghadirkan orang-orang miskin di sekitarnya. Tuhan menguji orang jujur dengan menghadirkan orang-orang tidak jujur di sekitarnya. Tuhan menguji orang bermoral baik dengan menghadirkan orang-orang bermoral buruk di sekitarnya.

Jadi kalau anda membela diri dengan mengatakan
"Mengapa saya tidak korupsi kalau yang lain korupsi" atau
"Mengapa saya tidak PUNGLI kalau yang lain PUNGLI" atau
"Mengapa saya antri kalau yang lain menyerobot antrian",
maka itulah nilai ujian anda di mata Tuhan.


Immanuel Kant menyadari kehadiran Tuhan dengan "Melihat Bintang di Langit dan Merasakan Bisikan Moral dalam Hati". Konsekuensinya: saat kita mengabaikan bisikan moral dalam hati, saat itulah kita ATHEIS secara praktis.


Masih relevan menyitir syair Ronggowarsito:
"Memasuki zaman EDAN.
Kalau tidak ikut EDAN tidak kebagian.
Akibatnya kelaparan.
Namun, sebaik-baiknya orang EDAN,
Masih lebih baik orang yang ELING dan WASPADA".