tag:blogger.com,1999:blog-61799013520474839992024-03-05T06:22:51.141-08:00Indonesia BeretikaAbdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-88612517613134530502009-03-27T23:18:00.000-07:002009-03-27T23:39:43.610-07:00Yang MungkinSalah satu kebanggan politisi adalah ketika menjawab pertanyaan "Apa sih politik itu?". Sambil membetulkan letak dasi (meminjam puisi Burung Kondor-nya Rendra), ia menjawab: "Politik adalah seni kemungkinan".<br /><br />Akan menjadi persoalan jika definisi tersebut dihadapkan pada tuntutan rakyat akan "kepastian hukum" atau "kepastian lapangan kerja". Bisakah harapan itu ditumpukan kepada politisi yang selalu menjawab dengan "Mungkin"?<br /><br />Wahai saudaraku, dapatkah kiranya membantuku menemukan titik temu antara rakyat yang menuntut "Kepastian" dan politisi yang menjawab dengan "Kemungkinan".<br /><br />Celakanya, logika yang "mungkin-mungkin" ini sudah meracuni diriku. Ketika ditanya: "Pemilu nanti nyoblos nggak?", maka saya jawab: "Mungkin".Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-61593602388245120472008-12-18T17:12:00.000-08:002008-12-18T17:28:29.513-08:00Satu Bilik bersama Para Penipu<span style="font-size:100%;"><span style="font-family:georgia;">Dari deretan nama caleg, saya cuma kenal beberapa saja. Dan perjumpaan yang beberapa itu sayang sekali kurang berkesan.</span><br /></span><ul><li><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:georgia;">Perjumpaan pertama, sang caleg berpendapat: "... untuk apa kita sendiri yang patuh peraturan kalau yang lain melanggarnya ...".</span></span></li><li><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:georgia;">Perjumpaan kedua: "... hari gini jangan bawa-bawa idealisme ...".</span></span></li><li><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:georgia;">Perjumpaan ketiga: (kebetulan curi dengar saat sang caleg diskusi dengan pegawai pemko): "... bang ada proyek nggak...".</span></span></li></ul><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:georgia;">Pagi ini saya dengar dialog RRI tentang biaya reses anggota DPRD sebesar Rp 25 juta per orang untuk satu minggu.<br /><br /></span><span style="font-family:georgia;">Seperti pemilu-pemilu sebelumnya, tahun 2009 saya akan selama beberapa menit berada dalam satu bilik dengan selembar kertas daftar nama dan foto. Bagaimana mungkin jari ini akan membuat pilihan jika saya merasa sedang berhadapan dengan para penipu.</span></span>Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-75986083155443680582008-08-31T01:17:00.000-07:002008-08-31T01:23:42.051-07:00Merdeka!<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiugl_mkDraKiw1EVdjALkMace5PsofGflXN3t0kx1lCo3U3oc4TAu-UTmPiF2dbY_GzzQQvPh4rZIezkngt_wP4oozpEPvLYXUmEH2ZaL2qXj0IVfssbiQMn5tVrvYY7hyphenhyphenJKACOucE0oIC/s1600-h/Soekarno.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiugl_mkDraKiw1EVdjALkMace5PsofGflXN3t0kx1lCo3U3oc4TAu-UTmPiF2dbY_GzzQQvPh4rZIezkngt_wP4oozpEPvLYXUmEH2ZaL2qXj0IVfssbiQMn5tVrvYY7hyphenhyphenJKACOucE0oIC/s200/Soekarno.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5240594612627736018" border="0" /></a><br /><br />Achmad Soekarno, 1945:<br /><div style="text-align: center;"><span class="Text">“<span style="font-weight: bold;font-family:georgia;" >Di dalam Indonesia merdeka, tidak akan ada kemiskinan.</span>”</span></div>Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-65202508548577259592008-08-31T00:59:00.000-07:002008-08-31T01:13:52.892-07:00Melampaui Diri Sendiri20 Oktober 2008. Saya serius meluangkan waktu nonton TVRI acara dialog kebangkitan nasional. Pembicaranya adalah orang-orang yang saya kagumi. Dr. Anhar Gonggong dan Prof. Yohannes Surya. Masih ada juga orang-orang baik dalam komunitas penduduk Indonesia yang menyebalkan ini.<br />Ada satu catatan yang dalam membekas. Ialah pernyataan Pak Anhar Gonggong bahwa penyebab kebangkrutan Indonesia adalah ketidakmampuan bangsa Indonesia (terutama pemimpinnya) untuk mempunyai visi yang "MELAMPAUI DIRINYA SENDIRI".<br />Tipikal visi orang-orang Indonesia berhenti pada kepentingan dirinya sendiri. Pejabat merencanakan program kerja secara seksama agar kekayaan mengalir ke kas DIRINYA SENDIRI. Orang-orang bercita-cita untuk kebahagiaan hari tua DIRINYA SENDIRI dan KELUARGANYA SENDIRI.<br />Juga ketika berdoa: "Selamatkan AKU (DAN KELUARGAKU) dari Api Neraka", "Sejahterakan kehidupan AKU dan KELUARGAKU". Seolah semua sumber daya alam, termasuk energi Tuhan ingin disedot secara egois untuk DIRI SENDIRI.<br />Para Guru dan Dosen mengadakan penelitian, lagi-lagi untuk kejayaan DIRINYA SENDIRI. Tidak akan ada penelitian dan karya ilmiah jika tidak didanai. Kalaupun penelitian itu diselenggarakan, ujungnya adalah upacara "masturbasi para cendekiawan": mengadakan presentasi dan pengukuhan gelar keilmuan dengan tepuk tangan untuk DIRI SENDIRI. Tidak akan ada upaya benar-benar menerapkannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.<br />Padahal Sahabat Nabi: UMAR, RA tidak akan makan kalau ada rakyatnya yang masih lapar.Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-59720342552217871082008-08-29T23:10:00.000-07:002008-08-29T23:20:17.314-07:00Doa di Pesawat TerbangUntuk mengusir jemu selama di angkasa, saya selalu mencari-cari bahan bacaan. Buku pertama: Petunjuk Keselamatan. Bosan. Di baliknya, ada buku kecil dan tipis berisi kumpulan doa berbagai agama. Karena berada di muka tempat duduk pesawat, sangat mungkin berisi tentang permohonan keselamatan kepada Tuhan. Saya mencermati satu per satu. Sampai akhirnya berhenti di halaman doa agama Budha. Isinya: "Semoga semua makhluk berbahagia". Sangat pendek untuk seseorang yang sangat mengharap pertolongan Tuhan untuk bisa tetap hidup sampai tujuan. Dalam slot waktu dan jatah halaman yang pendek, pembuat doa agama Budha memilih tema yang sangat simpatik. Alih-alih memikirkan keselamatan pribadinya, Ia dahulukan doa untuk keselamatan semua makhluk. Untuk sejenak, saya termenung.Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-682884465533198262008-03-10T08:09:00.000-07:002008-03-10T08:12:24.301-07:00Kopi dan Perjuangan yang Sia-siaMenikmati seni. Lagu-lagu balada Paul Young. Cerpen-cerpen Franz Kafka. Ah, paling sedap ditemani secangkir kopi. Betapa kesenian membuat warna-warni kehidupan. Namun, ada rasa bersalah ketika menikmati kisah penderitaan manusia. Seperti ketika tertawa nonton akting Charlie Chaplin tentang si lapar yang terpaksa menggigiti sepatunya sendiri karena butir-butir salju terlalu perih menusuk lambung.<br /><br />Demikianlah, ada rasa pilu tatkala menyimak senandung Paul Young tentang kisah pemuda yang menyusuri Rio Grande menuju gemerlap Amerika. Atau, membaca cerita Kafka tentang si orang desa yang menempuh perjalanan dan penantian untuk bertemu sang HUKUM.<br /><br />Seorang pemuda -demikian Paul Young mengawali nyanyiannya- sejak kecil mendengar kisah tentang sebuah negeri yang jalan-jalannya berlapis emas. Dan negeri itu hanyalah di seberang garis perbatasan. Maka, suatu hari, dengan berbekal harta dari kampungnya, berangkatlah ia ke negeri impian. Namun, nasib mengantarnya ke sisi muram kota. "You can lose more than you ever hope to find." Terlambat untuk berpikir pulang, karena "you pay the price to come this far".<br /><br />Dalam dongeng Kafka, si orang desa akhirnya sampai di gerbang pertama dari berlapis-lapis gerbang menuju HUKUM. Tiap gerbang dijaga orang kuat. Makin ke dalam, makin tinggi besar pula sang penjaga. Si orang desa tidak pernah bisa melewati penjaga gerbang pertama. Walau menanti bertahun-tahun, hingga ia tidak tahu mana yang berubah: apakah sekelilingnya menjadi gelap ataukah matanya yang mengelabui pandangannya. Harta yang dibawanya dari desa tak cukup meluluhkan hati penjaga. Hanya jawaban: "Saya hanya menerima saja agar Anda tidak merasa belum berusaha sekeras-kerasnya". Ia ingin pulang tetapi pancaran dari dalam pintu hukum itu amat terang bagi kegelapan di sekelilingnya. Dalam damba, si orang desa menemui ajalnya.<br /><br />Betapa perjuangan yang sia-sia.<br /><br />Terima kasih, istriku, untuk kopi pagi yang hangat dan tidak terlalu manis.Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-79252773607629581852007-08-24T19:56:00.000-07:002007-08-24T20:06:43.396-07:00Oportunisme, Diam DiamSeandainya Lenin, Karl Marx atau siapapun pengikutnya tidak secara formal menyebut Leninisme atau Marxisme, barangkali esensi pengajaran keduanya tidak akan dilarang.<br /><br />Salut terhadap pencetus, penganjur dan penggiat oportunisme. Tidak pernah gembar-gembor. Yang penting nyata. Maka lahirlah korupsi, kolusi dan nepotisme di mana-mana tanpa ada TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang melarang oportunisme. Partai-partai tidak perlu mengaku berasaskan oportunisme. Warga Negara Indonesia pun secara penuh 'kesadaran politik' dan 'kesadaran berbangsa dan bernegara' tiap 5 tahun terus menghidupi penggiat-penggiat oportunisme.Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-23905236397762642122007-06-29T08:31:00.001-07:002007-06-29T08:45:02.142-07:00Mesin Waktu"The Time Tunnel". Judul film serial TVRI yang saya tonton waktu SD, era 80-an. Kini, tahun 2000-an, khayalan tentang mesin waktu sudah dapat diwujudkan.<br /><br />Sejak tinggal di Batam, saya sudah sering menikmati layanan penjelajah masa ke masa itu. Di manakah mesin waktu itu?<br /><br /><em>To be frankly</em>, <em>to be friendly</em>, <em>to be honestly</em>, langsung saja saya sebut SELAT SINGAPURA adalah mesin waktu. Orang Batam hanya perlu naik feri 45 menit untuk sampai ke suatu daratan yang mungkin adalah Batam 20 tahun ke depan. Sebaliknya, orang sono juga hanya perlu 45 menit untuk mundur 20 tahun, "menikmati" carut marut <em>un-civilized society</em>.Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-44430051961426167802007-06-29T07:57:00.000-07:002007-06-29T08:42:38.246-07:00Simon & GarfunkelPagi cerah. Dedaunan pohon salam di halaman depan mulai berguguran. Saat yang indah untuk menikmati musik. Saya tidak suka dangdut karena secara pribadi saya tidak merasakan inspirasi dari syair-syairnya. Keindahan dan ilham apa yang diperoleh dari "Mabuk lagi... mabuk lagi", "Goyang Dombret....", atau "Termiskin di Dunia".<br /><br />Mendingan muter lagu duet [Paul] Simon & [Art] Garfunkel. Itu lho, kalau sudah sampai lagu "The Sound of Silence", liriknya pas menyentil perilaku Indonesia kontemporer.<br /><br /><div align="center">"People Talking Without Speaking"<br />"People Hearing Without Listening" </div>Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6179901352047483999.post-28393245555604047302007-06-26T23:46:00.000-07:002007-06-28T21:12:43.601-07:00Krisis EtikaSaya sering mempersepsikan kejadian sekitar sebagai satu populasi peristiwa dunia. Memang mahal dan lama -untuk tidak mengatakan mustahil- untuk memahami sifat-sifatnya secara tepat. Jadi, saya hanya bersandar pada kenyataan sampel-sampel acak di sekitar kehidupan saya sendiri.<br /><br />Mempertimbangkan suasana hubungan antar manusia di Indonesia, saya merasakan krisis etika. Sebuah suasana tempat kita sulit menemukan orang-orang santun, mengapresiasi orang lain secara manusiawi.<br /><br />Izinkan saya secara bebas mengartikan etika dengan sopan santun. Jadi, judul sketsa ini boleh diubahsuai menjadi Krisis Sopan Santun.<br /><br />Seorang rekan membayar pajak kendaraan bermotor. Oleh petugas dimintai uang. Rekan saya menanyakan berapa sih tarif yang resmi. Si petugas malah mengancam "mau diurus pajaknya atau tidak!".<br /><br />Waktu menyeberang jalan saya was was. Mobil dan motor bukannya memperlahankan laju, justru terus ngebut. Saya jadi kesal: "selera membunuhmu tinggi sekali".<br /><br />Suatu ketika saya naik angkutan umum. Para pria mengepulkan asap rokok. Kabin mobil jadi penuh asap rokok. Ibu dan bayi dalam gendongannya jadi diharuskan ikut serta mengisapnya. Lalu sopirnya membuang botol Aqua menjadi sampah di jalanan.<br /><br />Akhirnya saya berani bertanya: "Kenapa anda tidak mengindahkan etika". Jawabnya: "Kalau yang lain melanggar etika, kenapa kita yang patuh sendiri".<br /><br />Mengikuti filsafat <strong>Nietzsche</strong>, "Kebenaran manusia adalah kekeliruan-kekeliruan yang tak terbantahkan", saya khawatir jawaban pembelaan diri itu lama-lama menjadi kebenaran publik. Sehingga saya harus mencari bantahannya.<br /><br />Alhamdulillah, suatu ketika saya mengikuti dakwah <strong>Syeikh Mustafa Mas'ud</strong> -saya mengagumi beliau karena ceramah-ceramahnya memuaskan secara intelektual, berhasil memadukan dakwah agama dengan psikologi dan sosiologi- dan berhasil menemukan pencerahan.<br /><br />Beliau bertutur: "<strong>Tuhan menguji kualitas seseorang dengan menghadirkan orang-orang dengan kualitas berlawanan di sekitarnya</strong>." Jadi, Tuhan menguji orang kaya dengan menghadirkan orang-orang miskin di sekitarnya. Tuhan menguji orang jujur dengan menghadirkan orang-orang tidak jujur di sekitarnya. Tuhan menguji orang bermoral baik dengan menghadirkan orang-orang bermoral buruk di sekitarnya.<br /><br />Jadi kalau anda membela diri dengan mengatakan<br /><div align="center">"Mengapa saya tidak korupsi kalau yang lain korupsi" atau </div><div align="center">"Mengapa saya tidak PUNGLI kalau yang lain PUNGLI" atau </div><div align="center">"Mengapa saya antri kalau yang lain menyerobot antrian",</div><div align="left">maka itulah nilai ujian anda di mata Tuhan.</div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"><strong></strong></div><div align="left"><strong></strong></div><div align="left"><strong></strong></div><div align="left"><strong></strong></div><br /><br /><div align="left"><strong>Immanuel Kant</strong> menyadari kehadiran Tuhan dengan "Melihat Bintang di Langit dan Merasakan Bisikan Moral dalam Hati". Konsekuensinya: saat kita mengabaikan bisikan moral dalam hati, saat itulah kita <strong>ATHEIS</strong> secara praktis.</div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"></div><br /><br /><div align="left">Masih relevan menyitir syair <strong>Ronggowarsito</strong>:</div><div align="center">"Memasuki zaman EDAN.</div><div align="center">Kalau tidak ikut EDAN tidak kebagian.</div><div align="center">Akibatnya kelaparan.</div><div align="center">Namun, sebaik-baiknya orang EDAN,</div><div align="center">Masih lebih baik orang yang ELING dan WASPADA". </div>Abdul Yadihttp://www.blogger.com/profile/02971853587873130749noreply@blogger.com2